SEJARAH
DESA KAIMA
PENGANTAR
Sejarah Desa
Kaima tak dapat dipisahkan dari Sejarah Desa Treman. Berdasarkan penuturan
orang-orang tua Desa Kaima dari generasi ke generasi, pada awalnya para leluhur
dari masyarakat Desa Kaima sekarang ini berasal dari satu wilayah pemukiman
yang sama dengan para leluhur dari Desa Treman sekarang ini. Mereka berkerabat
satu dengan yang lain. Dalam pada itu sejarah Desa Treman pada mulanya menunjuk
kepada sekelompok masyarakat kecil yang berasal dari satu tempat pemukiman yang
bernama Walantakan ( Tonsea Lama sekarang ini ) yang hidupnya masih
berpindah-pindah ( nomaden ).
Pada tahun 1525 sebagian masyarakat kecil
ini sudah berkembang dan salah satu kelompok dari mereka di bawah pimpinan Dotu
Lengkong Wulur dan Rensina, Tona’as Paruntu dan Tona’as Makalew menuju ke utara
kemudian menyusuri sungai Sawangen dan tiba di suatu tempat yang disebut
Keléwér yang dijadikan oleh mereka sebagai tempat bermukim, letaknya di ujung
barat Deposelaa sekarang ini, pada 15º
Lintang Utara dengan jarak kurang lebih 22 km dari Walantakan. Tempat
ini berawa-rawa sehingga banyak yang diserang penyakit malaria karena itu
mereka berpindah ke arah utara di tempat bernama Keraris pada tahun 1532. Di
tempat pemukiman ini pula karena berawa-rawa mereka banyak mendapat gangguan
penyakit yang sama.
Berhubung dengan itu pada tahun 1546
mereka meninggalkan pemukiman Keraris dan berpindah ke arah timur di tempat
bernama Tengedwatu yang pada bagian selatan sungai Sawangen, utara dataran
rendah, timur sungai Sawangen dan pada bagian barat terdapat sungai kecil yang
mengalir di antara dua tebing.
Pada sekitar tahun 1580 dari Tengedwatu sebagian
masyarakat berpindah ke arah utara di tempat bernama Tongkéina yaitu suatu
tempat yang pada tahun 1603 diubah menjadi Taréuman yang berasal dari kata-kata
taréuman kaléléan yang artinya permintaan mereka baru dikabulkan oleh Tuhan
sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut.
Sebagian lagi dari anggota masyarakat
berada di Tengedwatu dan berpindah pada tahun 1605 ke arah barat di tempat
bernama Doud Tineles. Tempat ini berada pada suatu daratan yang kering sehingga
kehidupan mereka agak terbebas dari gangguan penyakit malaria dan pemukiman ini
dapat bertahan selama 170 tahun lamanya. Pada sekitar tahun 1770 di bawah kepemimpinan
Dotu Wuaten Pangemanan dan Dotu Koloay serta Tona’as Longdong mereka
meninggalkan pemukiman Doud Tineles dan berpindah ke arah barat di tempat
bernama Warugha, Koka, Leleputen dan Perosan Atas. Masyarakat inilah yang
menjadi leluhur dari masyarakat Desa Kaima.
Setelah pemukiman ini terbentuk maka
sekitar tahun 1775 atas permufakatan dari orang-orang tua, Dotu Wuaten
Pangemanan ditetapkan sebagai Wadian / Teterusan kemudian berubah menjadi Ukung
Tu’a yang mengepalai dan bertugas mengayomi serta melindungi penduduk dari
suatu wilayah pemukiman yang kemudian dikenal sebagai wanua ( negeri, desa ).
Ukung Tu’a ini kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Melayu sebagai Hukum Tua dan
dalam Bahasa Belanda Oud Hukum yang maksudnya adalah pemegang hukum yang tertua
yaitu hukum adat.
Dengan demikian para Hukum tua di Desa Kaima terdiri dari :
1. WUATEN
PANGEMANAN ( 1775 – 1816 )
Hukum Tua inilah yang
mengantarkan masyarakat Kaima dari pemukiman lama Warugha, Koka, Leleputen dan
Doud Tineles ke Desa Kaima yang sekarang ini pada tahun 1805.
2. TUWAIDAN
PANGEMANAN ( 1816 – 1817 )
Pada waktu Wuaten Pangemanan
menunjuk Tuwaidan Pangemanan sebagai gantinya, Koloay amat menaruh keberatan
karena ia menganggap jabatan itu seharusnya dipegang olehnya. Untuk mendamaikan
mereka itu para tua-tua menghubungi dan mendatangkan Tona’as Rumampuk dari
Sawangan Saduan.
Tona’as ini berhasil menjodohkan Wangke
Pangemanan anak dari Wuaten Pangemanan dan Keke Wailan Koloay anak dari Koloay.
3. WANGKE
PANGEMANAN ( 1817 – 1850 )
Hukum Tua ini bersama
istrinya dikuburkan secara agama Kristen tidak lagi dalam warugha. Kuburnya
berada di salah satu halaman rumah di Desa Kaima. Pada sekitar tahun 1820 di
Desa Kema telah diadakan pembaptisan anggota-anggota masyarakat untuk menjadi
anggota agama Kristen Protestan. Masyarakat Desa Kaima banyak yang dibaptis.
Sejak itu agama Kristen Protestan berkembang dengan pesat di desa Kaima. Pada
masa Pemerintahan Hukum Tua ini diresmikanlah oleh Pemerintah Hindia Belanda
ruas jalan Manado – Kema ( Tahun 1820 )
4. DANIEL
PANGEMANAN ( 1850 – 1855 )
Dengan memperhatikan namanya
berarti Hukum Tua ini sejak kecil sudah dibaptis secara agama Kristen.
5. IBRAHIM
TALETE WULUL RUMAMPUK
( 1855 – 1888 )
Hukum Tua ini pernah
berlayar ke pulau Jawa dan setelah kembali membawa pohon buah-buahan antara
lain mangga cekalang, sawo, kedondong dan namu-namu juga pohon karet, kopi dan
kayu jati juga membawa serta teknologi pembuatan sawah. Sebelumnya dimasa
mudanya ia pernah mengikuti Perang Jawa (1825 – 1830)
6.
KEMBY ZAKARIAS
PANGEMANAN ( 1888 – 1893 )
Di masa kepemimpinan
Pemerintah mulai menganjurkan untuk menanam kelapa, pala dan pembuatan sawah
secara terpencar-pencar.
7. MANUEL
DUMANAUW RUMAMPUK ( 1893 – 1901 )
Di masa kepemimpinannya diadakan
perluasan perkebunan kelapa dan pala baik di utara maupun di selatan Desa
Kaima. Juga areal sawah semakin diperluas.
Dapat di catat di sini bahwa pemilihan
hukum tua sejak Wuaten Pangemanan sampai dengan Manuel Dumanauw Rumampuk
diadakan melalui musyawarah dari para tua-tua yang merupakan tokoh-tokoh
masyarakat di desa.
8. JOSEPHUS
NELWAN ( 1901 – 1907 )
Hukum Tua
ini dipilih oleh laki-laki yang telah dewasa (usia 18 tahun ke atas) yang sudah
membayar pajak dan mempunyai kewajiban dalam pekerjaan yang diusahakan oleh
pemerintah. Caranya adalah setiap pemilih mengelilingi calon hukum tua yang
dikehendakinya di lapangan secara terbuka dan kemudian dihitung, yang terbanyak
dialah yang menjadi hukum tua. Di masa kepemimpinannya di bukalah perkebunan
kelapa dan pala di Pataniin. Pada tahun 1905 beberapa keluarga di bawah
pimpinan Soleman Ganda membuka pemukiman baru yang kini di kenal sebagai
Kelurahan Sagerat. Di tahun yang sama beberapa keluarga di Desa Kaima ikut
mengusahakan pemukiman baru di tempat bernama Kepataran atau Desa Wusa sekarang
ini.
9.
CORNELIUS DENDENG
( 1907 – 1908 )
Berhubung
satu dan lain hal masa kepemimpinannya sangat singkat.
10. KAREL
LOGAHAN ( 1908 – 1918 )
Di masa kepemimpinannya irigasi sawah-sawah diatur
lebih baik dan alur sungai musiman Doud um Po’opo diatur sehingga bila terjadi
curah hujan yang tinggi, banjir tidak akan merusak sawah penduduk. Jalan menuju
perkebunan Gilingan Ure’ dibangun.
11. JOHN
PANGEMANAN ( 1918 – 1932 )
Mula-mula
dipilih jadi Hukum Tua Desa Kaima, Karegesan dan Kaasar dikenal sebagai Hukum
Tua sambung (1918 – 1921 ). Kemudian menjadi Hukum Tua Desa Kaima yang tidak
dipilih lagi ( 1921 – 1932 ). Dalam kepemimpinannya kebun sawah diperluas lagi
dan areal tanaman kelapa,juga turut diperluas.
Pada
tahun 1922 Bapak A.B. Rompis menyebarkan agama Roma Katolik di Desa Kaima. Pada
tahun 1929 sekelompok masyarakat Desa Kaima yang terdiri atas puluhan rumah
tangga membuka pemukiman baru yang kini dikenal sebagai Kelurahan Apela I.
Kelompok mapalus di Desa Kaima digiatkan.
12. ENOS
BOLANG ( 1923 – 1942 )
Di bawah kepemimpinannya dibuka areal persawahan di
dataran Maltang. Kelompok mapalus lebih digiatkan lagi. Demikian pula arisan (
kumpulan jaga ) yang disebut pula
sebagai kumpulan belasting ( pajak ), sehingga Desa Kaima memperoleh predikat
sebagai pembayar pajak terbaik dan Hukum Tua Enos Bolang mendapat tanda jasa
berupa bintang sehingga ia dikenal sebagai Hukum Tua Bintang.
Pada
tanggal 30 September 1934 Gereja Protestan di Minahasa dari masa Hindia Belanda
menjadi Gereja yang mandiri dalam wadah Gereja Masehi Injili Minahasa ( GMIM ).
Pada
tahun 1934 Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh ( GMAHK ) masuk Desa Kaima dengan
dipelopori oleh Bapak Leendert Lengkong. Pada tanggal 11 Januari 1942 tentara
Jepang mendarat di Kaima sehingga rakyat mengungsi.
13.
HENDRIK KEMBI
KATUUK ( 1942 – 1943 )
Hukum
Tua ini diangkat oleh Jepang. Tentara Jepang memerintah dengan tangan besi dan
situasi berada dalam keadaan lumpuh, sebagai hasil produksi utama kopra dan
pala, tidak dibeli sedangkan impor
kebutuhan pokok rakyat terhenti. Kesusahan dan penderitaan mulai terasa di
mana-mana.
14.
BARNABAS ROMPIS
( 1943 – 1950 )
Di bawah kepemimpinannya
tentara pendudukan Jepang semakin kejam menindas rakyat. Kerja paksa untuk
membangun pertahanan Jepang dimulai dari Bitung, Mapanget dan Manado amat
menyengsarakan rakyat. Penderitaan ini
berlangsung dari tahun 1943 – 1945. Pada tahun 1945 Jepang menyerah dan diganti
oleh tentara Sekutu ( Australia ) dengan pemerintahan sipil Belanda ( NICA ).
Keadaan makin pulih, kopra dan pala mulai dibeli dan bahan kebutuhan pokok
rakyat mulai lancar.
Pada tanggal 17 Agustus 1945
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Sukarno – Hatta, berita ini sangat
terlambat tiba di tangan rakyat . Desa Kaima dibentuk organisasi perjuangan
Laskar Rakyat, PPI dan P 7,
Pada tahun 1946 Negara Indonesia Timur dibentuk.
Untuk pertama kalinya rakyat mengikuti Pemilu untuk memilih anggota-anggota
Parlemen NIT. NIT bubar tahun 1950 dan
Indonesia kembali menjadi Negara kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Kelompok mapalus
digiatkan demikian pula tokak sawang diberlakukan kembali.
15.
ADOLF MARAMIS
RONDONUWU ( 1950 – 1956 )
Di bawah kepemimpinannya
kepala jaga dan meweteng untuk pertama kali dipilih. tokak sawang ditiadakan
dan mapalus digiatkan. Ekonomi rakyat mulai bangkit. Pada tahun 1953 agama
Pantekosta ( GPDI ) masuk di Desa Kaima dipelopori oleh Bapak Turambi Wuisan.
Pada tahun 1955 untuk pertama kali pemerintah RI mengadakan Pemilu bagi anggota
DPR dan anggota Konstituante.
16.
WILHELMUS WUISAN
( 1956 – 1960 )
Di bawah kepemimpinannya bendungan Maltang
dibangun. Ekonomi rakyat berkembang dengan baik, mapalus kebun digiatkan. Pada
tanggal 2 Maret 1958 terjadi Proklamasi Perjuangan Semesta ( PERMESTA ) di Kota
Makassar. Proklamasi ini terasa di Minahasa tidak terkecuali di Desa Kaima,
Organisasi pemuda untuk
membangun daerah dibentuk (
KOP2 dan CPP ). Mereka dikerahkan bergotong royong dengan masyarakat untuk
membangun jalan-jalan di desa dan jalan-jalan perkebunan. Pada tanggal 16 Juni 1958 TNI mendarat di
Kema. Rakyat seakan-akan terbagi dua yang di bawah kekuasaan TNI dan di bawah
kekuasaan Tentara Permesta. Ekonomi rakyat terganggu karena keamanan
yang tak dapat dijamin sepenuhnya.
17. RICHARD
NELWAN ( 1960 – 1962 )
Di awal kepemimpinannya
daerah masih bergolak, sehingga tak dapat berbuat sesuatu untuk membangun desa.
Ekonomi rakyat masih terganggu karena keamanan belum pulih. Pada bulan April
1961 pertempuran antara TNI dan tentara Permesta dihentikan sehingga keamanan
mulai tercipta lagi.
Ekonomi rakyat secara bertahap mulai
bangkit lagi. Kesenian maengket mulai dikembangkan.
18. LAZARUS
GANDA ( 1962 – 1965 )
Di awal kepemimpinannya
keadaan sudah aman sehingga ekonomi rakyat mulai berkembang. Jalan-jalan desa
dan kebun diperlebar dan diperbaiki. Mapalus digiatkan demikian pula dengan
kesenian maengket.
Pada akhir pemerintahannya tahun 1965
kegiatan ekonomi rakyat mulai merosot sebagai dampak situasi ekonomi nasional.
18.
HEINTJE JORAM
LANGELO ( 1965 – 1975 )
Untuk
pertama kalinya perempuan mempunyai hak pilih. Di awal pemerintahannya ekonomi
rakyat terasa semakin merosot. Terkenal kebijaksanaan pemerintah dengan politik
BERDIRI DIATAS KAKI SENDIRI ( BERDIKARI ).
Pada
tanggal 30 September 1965 terjadi peristiwa G 30 S / PKI. Peristiwa ini terasa
sampai di desa. Rakyat diajak membuka kebun BERDIKARI di lereng Gunung Klabat.
Sekitar dua tahun kemudian beralih ke perkebunan Maltang dan sekitarnya. Kebun
ini kemudian ditanami cengkih.
Pada tahun 1967 Presiden
Sukarno diganti oleh Pejabat Presiden Suharto. Uang rupiah didevaluasi dengan
rasio 1000 : 1 dan diterbitkan mata uang baru.
Ekonomi rakyat mulai membaik kembali.
Pada tanggal 2 Maret 1967 Bapak H. V.
Worang di lantik menjadi Gubernur Sulawesi utara.
Pada tanggal 1 April 1969 awal pelaksanaan
Repelita I
( 1969 – 1974 ), di tingkat propinsi dicanangkan di bendungan Sawangen Desa
Kaima oleh Gubernur H.V. Worang (
tanggal 1 April 1969 ).
Jalan – jalan desa diaspal dan jalan di
perkebunan direhabilitasi. Kesenian maengket tetap dikembangkan.
20. MAXIMILLIAN AWUY
PANGEMANAN ( 1975 – 1980 )
Di masa kepemimpinannya penanaman cengkih lebih
digiatkan lagi karena dirangsang oleh harga cengkih yang amat baik.
Jalan desa lebih ditingkatkan seiring
dengan Repelita II (1974 – 1979). Impres Bangdes turut menggerakkan pembangunan
desa.Desa Kaima memenangkan Juara I Tingkat Propinsi menyangkut kegiatan LSD (
Lembaga Sosial Desa ). Pasar Desa Kaima pada akhirnya ditutup karena tidak lagi
menarik pembeli dan penjual.
21.
RUDY LENGKONG
MAURATU ( 1980 – 1985 )
Di masa kepemimpinannya
pembangunan dilanjutkan dan ditingkatkan lagi dalam rangka Repelita III ( 1979
– 1984 ). Jalan kebun di utara desa direhabilitasi, demikian pula jalan kebun
ke selatan dan jalan – jalan dalam desa. Pada tahun 1980 – an harga cengkih
merosot yang menyurutkan kegiatan masyarakat menanam dan memelihara pohon
cengkih.
22.
HERMANUS DENDENG
( 1985 – 1994 )
Di masa kepemimpinannya mencakup 2 ( dua ) Repelita
yaitu Repelita IV ( 1984 – 1989 ) dan Repelita V ( 1989 – 1994 ). Bangunan yang berhasil dilaksanakan adalah
Gedung Kantor dan Balai Desa, Jembatan Samidow dan Jembatan Sawangen. Demikian
pula pembangunan jalan – jalan di desa dan perkebunan terus dilanjutkan dan
ditingkatkan.
Pada tahun 1986 kebakaran besar melanda sebagian
kebun cengkih dan hutan serbaguna di Maltang akibat musim kemarau yang panjang.
Kebakaran ini dapat dipadamkan oleh masyarakat.
Pada
tahun 1992 terjadi penuntutan atas hak milik pasini dari masyarakat Desa Kaima
oleh beberapa oknum masyarakat Desa Kaasar. Peristiwa ini akhirnya dapat
diselesaikan oleh pemerintah desa di bawah kepemimpinan hukum tua.
Pada tahun 1994 didirikan organisasi Perkumpulan
Maroyor / Liliroyor Pisok Rendeman Kamiuman, yang tujuannya antara lain adalah
menggali dan mengembangkan adat budaya daerah.
23.
HENGKY NUSA
WILSON WUISAN, BA ( 1994 – 2003 )
Di masa kepemimpinannya
dimulai Repelita VI ( 1994 – 1999 ).
Pada tahun 1995 pengresmian Lapangan Sepak
Bola oleh Gubernur Sulawesi Utara E.E. Mangindaan. Sekaligus pembacaan surat
hibah dari beberapa pemilik tanah yang dijadikan lapangan sepak bola tersebut.
Lapangan ini sudah mulai dibangun sejak
Hukum Tua Hermanus Dendeng.
Pada tahun 1997 terjadi
krisis moneter di tingkat nasional. Peristiwa ini menyebabkan nilai rupiah merosot
tajam. Krisis ini berlanjut menjadi krisis multidemensi. Kehidupan ekonomi
masyarakat desa mulai terpuruk. Kemudian terjadi beberapa kali pengantian
Presiden. Pada tahun 1998 dari Bapak Suharto ke Bapak Habibie, Tahun 1999 dari
Bapak Habibie kepada K.H. Abdurahman
Wahid., dari tahun 2001 dari K.H. Abdurahman Wahid kepada Ibu Megawati
Sukarno Putri. Sejak Presiden Habibie di mulai Era Reformasi.
Pada tahun 1997 pengerasan
sebagian jalan desa dengan anggaran APBD Tingkat I Sulut tahun anggaran 1996 /
1997.
Pada tanggal 1 Desember
2000 terjadi banjir besar di Desa Kaima akibat meluapnya air sungai Doud um
Po’opo. Enam orang tewas sedangkan satu mayat tidak diketemukan lagi. Banjir
menutupi sebagian halaman rumah di desa dan sebagian kebun masyarakat di tepi
aliran sungai Doud um Po’opo
9. NICOLAS
AGUSTINUS RONDONUWU, BA ( 2003 –
2008 )
Sejak terpilih menjadi
Hukum Tua desa Kaima tanggal 11 Nopember 2002 dan dilantik tanggal 8 April 2003, pembangunan fisik di Desa lebih
diperluas dan di tingkatkan antara lain :
Ø
Tahun
2003 pembuatan bronjong saluran Sungai Doud um Po’opo bagian atas dana berasal dari (DAU).
Ø
Pengerasan
jalan dari desa
Ø
Lapangan
Olah Raga Desa Kaima dana adalah partisipasi masyarakat.
Ø
Pembuatan
Talud tahap I sepanjang 750 meter bagian selatan dana adalah partisipasi
masyarakat, dan tahun 2005 pembuatan talud tahap II sepanjang 750 meter dana
adalah partisipasi masyarakat dan bekerja sama dengan KKN UNSRAT Manado.
Ø
Pada tahun 2004 pengerasan jalan masuk ke
Kaima Indah dana adalah partisipasi masyarakat dan pembuatan bubusan bagian
selatan Kaima Indah dana adalah bekerja
sama dengan KKN UKIT Tomohon .
Ø
Pembuatan
jembatan bagian atas saluran sungai Doud um Po’opo akibat banjir tahun 2000 dan
pengaspalan jalan dari By. Pass menuju ke desa
+ 450 meter dana adalah dari DAU
( Dana Alokasi Umum ).
Ø
Balai Desa Kaima bagian belakang adalah
Program Pemerintah Desa Kaima Tahun 2005 dimulai dari bulan Januari 2006 sampai
tahun 2008 ± 70
% selesai dengan dana Ed Hoch II, adalah Bantuan dari
Pemerintah Kabupaten Minahsa Utara, serta partisipasi / swadaya seluruh
masyarakat Desa Kaima baik yang ada di Desa Kaima maupun masyarakat yang berada
di luar Desa Kaima serta Donatur dan partisipasi dari KKN UNSRAT Manado Tahun
2006 angkatan 72.
Ø
Pembangunan Pengaspalan jalan dari desa menuju
ke arah selatan perkebunan adalah juga Program Pemerintah Desa Kaima Tahun 2005
yang sudah terealisasi pada Tahun 2006 yaitu Jalan RONDOR UMBANUA sepanjang 2
Km adalah Bantuan Dana dari Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara. Jalan tersebut
adalah merupakan jalan inti perekonomian masyarakat desa Kaima.
Ø
Tahun
2006 Pembentukan Organisasi Persatuan Guru “ KITA ESA “ yang melibatkan guru
yang aktif dan yang sudah pension.
Ø
Tahun
2007 sebagai Hukum Tua Terbaik se Kabupaten Minahasa Utara, Pengurus Asosiasi Pemerintah Daerah Seluruh
Indonesia ( ABDESI ) sebagai Sekretaris, Pembina terbaik Karang Taruna Propinsi
Sulawesi Utara, dan sebagai Hukum Tua terbaik I tingkat Nasional Kategori
Kepala Desa / Lurah Penggerak Pembangunan Kehutanan tingkat Propinsi Sulawesi
Utara dan Nasional dan menerima Penghargaan dari Presiden |RI dan Menteri
Kehutanan RI pada Perayaan Kemedekaan RI ke – 62 di Istana Negara tahun 2007.
Ø
Pembentukan / Pemilihan kembali Badan Permusyawaratan
Desa ( BPD ) Periode ( 2007 – 2013).
Ø Pengusulan
Sekretaris Desa PNS (Pegawai Negeri Sipil).
Ø Tahun 2007 Pembentukan Desa Siaga / Pokja Desa Sehat.
25. NICOLAS AGUSTINUS RONDONUWU, S.Sos ( 2008 sampai sekarang )
Setelah terpilih kembali
sebagai Hukum Tua Desa Kaima yang ke – 25 pada tanggal 09 Mei 2008 dan dilantik
oleh Bupati Minahasa Utara Drs. Sompie F. Singal, MBA pada tanggal 03 Juni 2008,
pembangunan fisik adalah melanjutkan pembangunan Balai Desa Kaima bagian
belakang sebagian dana dari ADD tahun anggaran 2008, 2009, 2010, 2011, 2012,
2013, 2014 dan sebagian dari swadaya murni masyarakat baik yang berdomisili di
Desa Kaima maupun yang berdomisili diluar Desa Kaima, saat ini sudah digunakan
oleh seluruh masyarakat Desa Kaima, yang sumber dana lain dari arisan - arisan
yang ada di Desa Kaima, sebagai berikut :
·
Arisan
Jaga I s/d Jaga 10, Arisan Family Mandang Bolang, Arisan Family Mandang, Arisan
Family Dendeng, Arisan Family Rompis Mandang, Arisan Patuarian Ne Wuisan,
Arisan Family Donsu, Arisan Family Bolang, Arisan Family Togas, Arisan Family Rarungkuan
·
Arisan
Organisasi Kemasyarakatan :
Arisan Maroyor Liliroyor Pisok Rendeman,
Arisan Permesta, Arisan Sosike, Arisan IKMK, Arisan Matuari, Arisan Veteran,
Arisan Serikat Tolong Menolong (STM), Arisan PWRI, Arisan Pinaesaan Ta’waya, Arisan
Pasungkudan ne’kaima Jakarta.
Pasungkudan Ne Kaima saat ini sudah merayakan
Hari Ulang Tahun yang ke 45 Tahun (Tahun 1970 – 2015 ) dibawah pimpinan
dari Ketua Ibu. Marsye Sherley Moeksim – Pangemanan yang terpilih sejak tanggal
08 Februari 2014 sampai sekarang.
KESIMPULAN DAN
PENUTUP
Pertanyaan yang harus kita jawab adalah
berapa tahun usia Desa Kaima sekarang ini
?
Jawabannya adalah sebagai berikut :
1. Bila dihitung sejak pemukiman di tempat
bernama Keléwér, usia Desa Kaima sekarang ini
490 tahun. ( sejak tahun 1525
sampai dengan tahun 2015 ).
2. Bila dihitung sejak pemukiman di tempat
bernama Tengedwatu, usia Desa Kaima sekarang ini 469 tahun. ( sejak tahun 1546
sampai dengan tahun 2015 ).
3. Bila dihitung sejak pemukiman di tempat
bernama Doud Tineles, usia Desa Kaima sekarang ini 410 tahun. ( sejak tahun
1605 sampai dengan tahun 2015 ).
4. Bila dihitung sejak pemukiman di tempat
bernama Warugha, Leleputen dan Perosan Atas, usia Desa Kaima sekarang ini 245
tahun. (sejak tahun 1770 sampai dengan tahun 2015).
5. Bila dihitung sejak pemukiman berpindah
dari Warugha, Leleputen dan Perosan Atas ke Desa Kaima sekarang ini maka usia
desa Kaima 210 tahun. ( sejak tahun 1805 sampai dengan tahun 2015 ).
Kesimpulan
yang dapat diambil dari beberapa data di atas adalah bahwa tahun yang tepat
untuk ditetapkan sebagai tahun lahirnya Desa Kaima yaitu tahun 1770 untuk
menghormati pimpinan – pimpinan Wuaten Pangemanan, Koloay dan Tona’as Longdong.
Ini disebabkan karena untuk pertama kalinya diketahui dengan jelas nama – nama
pemimpin, sedangkan pada tahun 1580 ketika terjadi perpisahan di Tengedwatu
antara leluhur Desa Treman dan Desa Kaima nama leluhur Dsa Kaima yang memimpin
masyarakat di Tengedwatu dan ke pemukiman di Doud Tineles belum diketahui
dengan jelas. Sehingga dengan demikian usia Desa Kaima sekarang 245 tahun (
sejak tahun 1770 sampai dengan tahun 2015).
Dalam
pada itu tentang tanggal terbentuknya Desa Kaima tak dapat lagi ditelusuri,
sehingga diambil satu tanggal yang sifatnya simbolis yaitu tanggal 8 April,
tanggal dilantiknya Bapak Nicolas Agustinus Rondonuwu, BA sebagai Hukum Tua
Desa Kaima yang ke 24. Tanggal tersebut sudah dimusyawarahkan dan disepakati
bersama oleh Hukum Tua bersama perangkat desa dan tokoh – tokoh masyarakat desa
serta Ketua dan Anggota – anggota Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ), Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat ( LPM ),
Sehingga hari jadi Desa Kaima yaitu pada tanggal 8 April 1770 dan hari ini genap berusia 245 tahun, yang
dirayakan pada hari Rabu tanggal 08
April 2015.
Selanjutnya
tentang asal usul nama Desa Kaima dapat diterangkan sebagai berikut :
Ketika di tahun 1580 sebagian dari
masyarakat di Tengedwatu berpindah ke arah utara di tempat bernama Tongkaena
maka sebagian lagi ingin menetap di Tengedwatu.
Pada waktu mereka diajak ke Tongkaena
sebagian masyarakat yang tinggal ini yang kemudian menjadi cikal bakal
masyarakat Kaima sekarang ini berkata, ni kamu mo sé mepa’amian ni kaimo sé
wia
( kamu sajalah yang ke utara kami tinggal ).
Ucapan kaimo ini kemudian berkembang
menjadi kamiuman “ hanya kami saja “
Kata kamiuman ini dibawa terus oleh cikal bakal kita, baik di Tenged
Watu, Doud Tineles, Warugha, Koka, Leleputen dan Perosan Atas sehingga kata
tersebut digunakan sebagai nama Desa Kaima sekarang ini.
Pakatuan
wo Pakalawiden
Penyusun / Penulis Sejarah Desa Kaima pada tanggal 08 April 2005
pada Hari Ulang Tahun Desa ke – 235 oleh
: DRS. PAULUS PITOY
KEPEL dan disesuaikan dengan
tahun berjalan sampai HUT Desa Kaima ke – 245.
Keren sejarahnya 👍
BalasHapusIdentitas atau asal usul suatu desa di lihat dari sejarahnya..woww mantap sekali saya sangat menyukai tulisan ini🙏🙏
BalasHapus